Akademisi Dukung Huda-Noor Permudah Masuknya Investasi di Tuban

Hadi Tugur melihat Tuban seharusnya sudah berkembang lebih maju sepuluh tahun lalu apabila kran investasi tidak tersumbat kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Ia menengarai sejumlah regulasi yang berkait dengan investasi sangat memberatkan investor dan tidak menguntungkan dari sisi bisnis, sehingga banyak investor yang batal melanjutkan rencana penanaman modalnya di sini.
Padahal, katanya, Tuban memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan menjadi daerah industri modern karena didukung ketersediaan cadangan bahan baku memadai. “ Kita punya semua yang dibutuhkan pelaku industri. Terutama kalangan industri semen,” katanya.
Bukan hanya itu, lanjut Hadi Tugur, produk pertanian Tuban juga cukup berkelas. Kualitas kacang tanah Tuban konon malah sudah sangat terkenal di Jepang. Belum lagi mete, jagung, mangga, ternyata kualitasnya lebih bagus dibanding daerah lain. Padahal selama ini semua produk pertanian tersebut hanya dikelola asal-asalan, bukan dengan manajemen pertanian modern. “ Kalau produk-produk pertanian itu dikelola dengan manajemen modern, saya yakin akan lebih bagus hasilnya. Lha ini tidak bisa kalau tidak ada campur tangan investor,” tambah Tugur.
Namun demikian, Hadi Tugur menghimbau, Huda-Noor tidak asal terima investor. Ia berharap tetap ada seleksi ketat atau screening yang rapat sehingga out put yang dihasilkan tidak justru sebaliknya. “ Jangan sampai investor yang kita undang untuk tujuan peningkatan kemajuan ekonomi justru menimbulkan masalah yang berakibat pada kerugian, baik dari sisi ekonomis maupun sosial,” kata Hadi Tugur.
Hal sama disampaikan Lektor Ilmu Tata Negara Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban, Dr. Soedjarwoto Tjondronegoro, SH, MM. Menurutnya, hal pertama yang harus dilakukan pemerintahan Huda-Noor adalah merevisi regulasi yang menjadi penghambat masuknya investasi. “ Selama regulasi yang menjadi dasar hukum belum dirombak, masuknya investor ya tetep akan sulit,” kata Soedjarwoto.
Ditegaskannya, investor yang hendak menanamkan modalnya di Tuban, terutama investor bidang pertambangan, harus menandatangi komitment tidak melakukan perusakan lingkungan. Baik lingkungan fisik maupun sosial. Wujud riil-nya, kata Soedjarwoto, setiap investor wajib melakukan reklamasi dan siap dipidanakan jika tidak melaksanakannya.
Disamping itu juga harus bersedia melakukan pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kerja lokal, sehingga ketika perusahaan telah beroperasi, masyarakat sekitar bisa mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung. “ Lha kalau tenaga lokalnya tidak dididik dulu, kan ya tetep tidak bisa kerja di perusahaan bersangkutan. Kasus-kasus yang lalu mestinya bisa jadi bahan pelajaran untuk pengambil kebijakan, agar bersikap tegas terhadap penanam modal di sini,” kata Soedjarwoto.
Selama Pemerintahan Bupati Dra. Hj Haeny Relawati Rini Widiastuti, M.Si, arus investasi di Tuban memang sedikit tersendat. Saat dilakukan Temu Kenal Cabub-Cawabub Tuban terpilih dengan para investor di Kayu Manis Resto beberapa waktu lalu, terungkap banyak investor yang hingga belasan tahun tak bisa mengembangkan modalnya yang sudah terlanjur ditanamkan di Tuban.
Bahkan investor sekelas Holdevin BV Swedia, pemilik PT Holcim Indonesia, Tbk, saja hingga saat ini belum berhasil membangun pabriknya, kendati sudah melaksanakan peletakan batu pertama hingga tiga kali. Alasan mereka hampir seragam, tidak mendapat rekomendasi dari Bupati yang sedang memerintah.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tuban, selama 2010 nilai investasi di Tuban sebesar Rp 7,5 Trilyun. Dengan nilai sebesar itu, Tuban masuk lima kabupaten yang investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)-nya rendah, bersama Sumenep, Malang, Mojokerto dan Pasuruan. (sudra)
Sumber foto: jurnalberita.com
sumber : kotatuban.com